Senin, 03 Desember 2012

Sistem Pendidikan di Jerman


STRUKTUR PENDIDIKAN JERMAN



Di Susun Oleh :
1.      Yoga Sulistyawan (11101244012)
2.      Sri Setiyowati       (11101244020)                       
3.      Haris Prasetya       (11101244026)
4.      Ana Tri Sartika      (11101244034)
5.      Siti Masriyah         (10101244029)

MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
A.    Struktur Pendidikan di Jerman
Struktur sistem pendidikan Jerman secara formal meliputi : pendidikan dasar (primary education),  pendidikan menengah (lower secondary education), dan pendidikan tinggi  tergantung dari Negara bagian, wajib sekolah di Jerman berlaku Sembilan atau sepuluh tahun, dengan normal anak masuk sekolah pada usia enam tahun. Namun demikian, sebagian anak-anak Jerman ada yang mengikuti pendidikan pra-sekolah (Kindergarten) secara sukarela pada usia 3-5 tahun.
Adapun sistem pendidikan Jerman dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Pendidikan dasar (primary school) dengan lama pendidikan umumnya 4 tahun (usia 6-9 tahun) kecuali ibu kota Negara (Berlin) melaksanakan system 6 tahun, sementara beberapa Negara bagian yang lain melaksanakan pengajaran tambahan 2 tahun pada grade 5 dan 6 dalam suatu lembaga perantara yang memberikan berbagai jenis pelajaran sebagai persiapan masuk ke program-program sekolah menengah. Negara bagian lain menyediakan bentuk yang lain pula dengan memberikan pelajaran-pelajaran khusus pada grade 5 dan 6, dan siswa dapat dengan mudah pindah dari sekolah satu ke sekolah yang lainnya sesuai dengan program yang diingini. 
Sekolah menengah (lower secondary education)  di Jerman dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:  Hauptschule/Restschule, Realschule/Mittelsvhule, Gymnasium dan Gesamtschule. Haupschule/Restschule merupakan jenis sekolah menengah yang memberikan pengajaran yang diarahkan untuk memasuki pemagangan setelah 4 siswa menerima sertifikat tamat belajar. Program ini memberikan pelajaran khusus untuk mempersiapkan siswa menghadapi kariernya di masa mendatang, dan juga mengajarkan bahasa asing (biasanya bahasa Inggris). Program houptschule dikategorikan sebagai program yang paling ringan tuntutan akademiknya di Jerman pada grade 7 sampai 9.
Realschule merupakan program sekolah yang mempersiapkan siswa untuk memasuki karier sebagai pegawai atau buruh kelas menengah. Program ini memiliki tuntutan akademik yang lebih tinggi daripada houpschule. Semenjak tahun 1970-an, tamatan sekolah ini telah menjadi persyaratan untuk memasuki program-program pemagangan. Sertifikat dari sekolah ini juga menjadi kunci untuk memasuki berbagai jalur pendidikan yang lebih tinggi.
Gymnasium,  bertujuan untuk mempersiapkan siswa ke pendidikan tinggi, walaupun tidak semua lulusannya melanjutkan ke perguruan tinggi. Pada grade 5 sampai 10, isi kurikulum bervariasi sesuai dengan jenis sekolah yang dimasuki. Mulai grade 11, siswa dapat memilih spesialisasi dalam susunan yang agak rumit. Setelah berhasil menyelesaikan ujian pada grade 13 siswa berhak memasuki perguruan tinggi.
Gesamtschule  merupakan sekolah yang menekankan program secara komprehensif bagi semua anak dalam suatu bidang, dan anak-anak akan memperoleh sertifikat yang berbeda sesuai dengan bidang yang dipilihnya. Namun karena terjadi banyak kontroversi pada program sekolah jenis ini, maka tidak semua daerah yang membuka sekolah ini (hanya dibuka di daerah yang beraliran sosial demokrat).
Selanjutnya, lembaga pendidikan tinggi di Jerman terdiri dari dua jenis, yaitu: Pertama, akademi / politeknik / Fachhoschulen yang ditempuh selama 12 tahun pendidikan lengkap); Kedua, Universitas. Tidak ada persyaratan program tertentu untuk memasuki universitas, dan tidak ada perbedaan yang jelas antara program sarjana dan program pascasarjana. Sertifikat Pertama dapat diperoleh setelah 4  atau enam tahun pelajaran. Selain pendidikan formal, di Jerman juga berkembang pendidikan non formal yang berupa pendidikan vokasional, teknik, dan bisnis yang diwajibkan bagi anak-anak yang tamat dengan ijasah pendidikan umum pada tingkat \Hoptschule atau Realschule dan juga yang tidak dapat ijasah setelah tamat belajar 9 tahun. Pendidikan ini merupakan prasyarat untuk mendapatkan pekerjaan, dan pelaksanaannya dapat diikuti secara paruh waktu atau purna waktu. Pendidikan non formal yang lain yaitu berupa pendidikan orang dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, sesuai dengan tuntuntan zaman dan perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang sangat cepat. Program  pendidikan orang dewasa dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu umum, vokasional (termasuk teknik dan keuangan) dan politik.

Perguruan Tinggi
Dalam peguruan tinggi di Jerman ada dua jenis pendidikan tinggi di Jerman, yaitu Universität (universit, selanjutnya disingkat UNI) dan Fachhochschule (applied university, selanjutnya disingkat FH).  Secara umum, pendidikan tinggi di Jerman digolongkan menjadi Universitas (Universitaet), Institut Teknologi (Technische Universitaet/Hochschule),Sekolah Tinggi Pendidikan (Padagogische Hochschule), Sekolah Tinggi Seni (Kunsthochschule), Sekolah Tinggi Musik (Musikhochschule), semacam politeknik tetapi sampai ke jenjang S3 (Fachhochschule), dan semacam Intitut Pendidikan Dalam Negeri (Verwaltungsfachhochschule).
Walaupun terdapat banyak jenis pendidikan tinggi di Jerman, kebanyakan mahasiswa Indonesia kuliah di Universitas, Technische Hochschule atau Fachhochschule. Institusi pendidikan tinggi ini menawarkan jenjang pendidikan S1 dengan jangka waktu 6 sampai 7 semester, S2 selama 4 semester dan S3 selama 8 semester. Pemilihan jenis pendidikan tinggi ini harus didasari keinginan dan rencana setelah nantinya selesai kuliah. Jika anda ingin menjadi peneliti atau pengajar (dosen) maka universitas atau technische Hochschule menjadi pilihan, walaupun tidak menutup kemungkinan anda bekerja sebagai praktisi. Universitas dan technische Hochschule banyak memberikan pendidikan dengan porsi yang lebih besar di teori daripada praktek. Sedangkan jika ingin menjadi praktisi seperti bekerja di pabrik atau perusahaan, maka Fachhochschule menjadi pilihan yang tepat karena Fachhocschule memberikan porsi yang besar pada praktek. Akan tetapi jika anda tamat dari Fachhochschule, anda tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Universitas.

Perbedaan antara UNI dan FH diantaranya bisa disebutkan sebagai berikut:
1) Materi perkuliahan.UNI lebih menekankan ke teori dan kepadanya diberikan tanggung jawab dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Komposisi antara teori dan praktek di UNI berkisar 60:40. Sebaliknya, FH (sesuai dengan namanya) lebih menitik beratkan ke aspek terapan, dengan komposisi teori dan terapan 40:60.
2)  Jadwal perkuliahan. Jadwal perkuliahan di UNI adalah Okt-Maret untuk musim dingin (Winter Semester) dan April-September untuk musim panas (Sommer Semester). Sebaliknya untuk FH perkuliahan dimulai lebih dini, yaitu Agustus-Januari untuk musim dingin (WS) dan Februari-Juli untuk musim panas (SS).
3)  Waktu melamar. Karena perbedaan waktu kuliah sebagaimana disebutkan pada 2), maka jadwal untuk proses seleksi pun juga berbeda. Pendaftaran di FH ditutup lebih cepat dibandingkan dengan di UNI. (cari jadwal lebih detail)
Program yang Ditarawkan:
a)      Program klasik
Berbeda dengan di Indonesia dan sistem 3 jenjang (Sarjana-Magister-Doktor), sampai saat ini Jerman masih menganut pendidikan tinggi dengan dua jenjang, yaitu Diploma (Dipl.) dan Doktor (Dr). Dalam jenjang Diploma ini, pada tahun-tahun pertama mahasiswa diwajibkan mengikuti serangkaian mata kuliah dasar (dikenal dengan nama Grundstudium). Setelah menyelesaikan semua mata kuliah di Grundstudium mahasiswa diberi sertifikat Vordiplom, akan tetapi sertifikat ini bukanlah gelar kesarjanaan. Untuk menyelesaikan Vordiplom, mahasiswa memerlukan waktu sekitar 2,5 tahun. Setelah mendapatkan Vordiplom, barulah mahasiswa diijinkan mengambil mata kuliah keahlian pada level yang lebih tinggi (dikenal dengan Hauptstudium). Setelah menyelesaikan semua mata kuliah Hauptstudium, barulah mahasiswa diijinkan menulis tugas akhir (dikenal dengan nama Diplomarbeit) sebagai syarat kelulusan Diploma. Jadi, Diploma adalah gelar resmi pertama yang diperoleh setelah seseorang menyelesaikan studinya di UNI atau FH.
Antara Diplom UNI dan Diplom FH memiliki perbedaan-perbedaan, diantaranya:
1)    Diplom FH bisa diselesaikan dalam waktu 4,5 tahun sedangkan Diplom UNI baru bisa diselesaikan dalam waktu 5 tahun.
2)    Diplom FH memiliki muatan terapan yang lebih besar (60% perkuliahan) dibandingkan dengan Diplom UNI (40% perkuliahan).
3)    Diplom FH tidak dirancang untuk melanjutkan ke jengang Doktor. Apabila pemegang Diplom UNI ingin melanjutkan ke program Doktor, maka yang bersangkutan harus mengikuti proses persamaan terlebih dahulu. Dalam fase ini, kepadanya diwajibkan mengikuti serangkaian mata kuliah pada level Hauptstudium. Bisa juga ia mengikuti program Master terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke program Doktor. Sebaliknya, pemilik gelar Diplom UNI bisa langsung melanjutkan studi ke jenjang Doktor.
b) Program Baru
Berdasarkan Kesepakatan Bologna tahun 1999, semua negara EU bersepakat untuk menyesuakan sistem pendidikan antara satu negara dengan negara lainnya di kawasan EU. Hal ini perlu dilakukan karena Kesepakatan Maastricht tahun 1992 menjamin bahwa semua negara EU harus mengakui kesamaan gelar dan keprofesian yang diberikan oleh Universitas maupun lembaga profesi di negara-negara EU lainnya.
Dari Kesepakatan Bologna 1999 tersebut, salah satu isinya adalah semua negara EU akan mengkonversi sistem pendidikan tingginya menjadi tiga jenjang Bachelor-Master-Doktor. Disepakati pula bahwa Bachelor (dengan waktu tempuh 3-4 tahun) adalah gelar kesatjanaan pertama yang diberikan oleh Universitas, dimana pemilik gelar tersebut diyakini telah siap memasuki dunia kerja. Program pendidikan Master adalah pendidikan lanjutan setelah bachelor dan diberikan selama 2 tahun. Berdasarkan kesepakatan Bologna 1999 tersebut, UNI dan FH di Jerman telah mulai mengkonversi sistem lamanya Diplom-Doktor ke sistem baru Bachelor-Master-Doktor. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika saat ini telah ada jengang Bachelor-Master di ahmpir semua UNI dan FH. Paling lambat tahun 2010 semua UNI dan FH di Jerman harus sudah mengadopsi sistem Bachelor-Master-Doktor seratus persen. Di Feie Universität Berlin dan Humboldt Universität zu Berlin bahkan sistem ini sudah akan diadopsi penuh paling lambat tahun 2007.   

Pendidikan PraPerguruan Tinggi
Berbeda dengan di Indonesia yang menganut sistem pendidikan tiga jenjang SD-SLTP-SLTA, Jerman hanya memiliki dua jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dasar (Grundschule) dan pendidikan lanjutan (Gymnasium, Realschule atau Berufschule).
Jenjang Pendidikan Pra Perguruan Tinggi di Jerman memerlukan waktu tempuh normal selama 13 tahun (berbeda dengan di Indonesia, dimana pendidikan SD-SLTP-SLTA bisa diselesaikan hanya dalam waktu 12 tahun). Pendidikan sekolah dasar (Grundschule) diberikan dari kelas 1 - 6, dan setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk memilih melanjutkan ke Gymnasium, Realschule atau Berufschule.
Gymnasium diperuntukkan bagi siswa-siswa pandai yang dianggap mampu melanjutkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Jenjang ini ditempuh mulai dari kelas 7 – 13, dan setelah lulus mereka diberi ijazah yang dikenal sebagai „Abitur“. Jadi sebelum masuk ke perguruan tinggi, seorang siswa menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah selama 13 tahun. Berufschule diperuntukkan bagi siswa-siswa yang langsung dipersiapkan memasuki dunia kerja dan tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Sedangkan Realschule ada di tengah-tengah keduanya. Kalau dianggap bagus, siswa dari Realschule bisa meneruskan ke Gymnasium untuk mendapatkan Abitur, atau bisa juga langsung memasuki dunia kerja.
Pendidikan Tinggi
Setelah mendapatkan Abitur, siswa langsung bisa mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi. Berbeda dengan calon mahasiswa di Indonesia yang harus mengikuti ujian tertulis (UMPTN), disini calon siswa sama sekali tidak perlu mengikuti ujian seleksi. Calon mahasiswa tinggal mengirimkan berkas lamarannya, dan universitas akan langsung memutuskan berdasarkan nilai Abitur. Hal tersebut bisa dilakukan karena pendidikan di seluruh Jerman, baik pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi, memiliki kualitas yang bisa dikatakan sama.  
Untuk menjamin kualitas yang merata di semua sekolah, setiap anak wajib masuk ke sekolah terdekat yang telah ditunjuk oleh pemerintah (Bila memilih untuk belajar di sekolah selain yang telah ditunjuk, maka orang tuanya harus mengajukan permintaan khusus disertai dengan alasan-alasannya). Sebaliknya, pemerintah pun menyediakan guru-guru dan fasilitas pendidikan yang merata di semua sekolah, baik di kota besar maupun di pelosok yang jauh dari kota.

B.     Tujuan Pendidikan di Jerman
Sesuai dengan  Konstitusi (Grundgesetz), Republik Federasi Jerman adalah sebuah 'republik, sebuah  demokrasi, sebuah federal, secara sosial  dan konstitutional adalah negara bagian yang bertanggungjawab. Dengan  konstitusi pendidikan yang menjamin : 'kebebasan untuk seni dan ilmu pengetahuan, penelitian dan mengajar, kebebasan untuk  percaya, menyakini (conscience) dan menyatakan suatu agama, kebebasan untuk memilih sebuah  tempat tinggal  dan tempat belajar atau pelatihan, persamaan  hukum dan hak asasi dasar dari orang tua untuk memperhatikan dan mendidik  anak-anak mereka'
C.    Manajemen Pendidikan di Jerman
Sistem pendidikan di Jerman adalah desentralisasi, mulai dari level SD sampai dengan sekolah menengah. Beberapa Lander (penguasa daerah) membuat berbagai ketentuan konstitusi mereka masing-masing mengenai pengaturan masalah-masalah pendidikan, dan seluruhnya melalui proses legislative. Pengaturan ini meliputi penetapan tujuan pendidikan, struktur, isi pengajaran, dan prosedur dalam system daerah mereka masing-masing. Adapun yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan di dalam Negara bagian adalah kementrian kabinet atau Kementrian Kebudayaan (Kultusministerium).  Pada Negara-negara bagian yang luas daerahnya, sekolah tidak dikontrol secara langsung oleh  kementrian Negara bagian, tetapi melalui badan administrasi regional yang merupakan bagian dari badan ekskutif. Masyarakat setempat biasanya juga punya tanggung jawab menyediakan infra-struktur yang diperlukan dan adakalanya juga terlibat dalam pengangkatan staf.
1)      Biaya Pendidikan.
Alokasi biaya pendidikan  sepenuhnya bersumber dari Lander (Daerah) dan masyarakat setempat, kecuali untuk pendidikan tinggi. Menjadi tanggung jawab pemerintah federal. Hampir semua program pendidikan di jerman bersifat gratis (termasuk pembebasan uang kuliah di pendidikan tinggi). Pemerintah federal juga memberikan bantuan uang kepada sebagian siswa sekolah menengah dan mahasiswa perguruan tinggi. Kebanyakan sekolah-sekolah swasta yang kecil, kira-kira 90% dari biaya operasional sekolah dibantu oleh pemerintah federal Pengeluaran pemerintah federal pada tahun 1990 untuk anggaran pendidikan mencapai total 9,3% dari GNP.
2)      Personalia.
Hanya guru-guru Gymnasium dan sebagian guru-guru specialis untuk bidang keuangan yang dididik di tingkat Universitas (S1), dengan tekanan utama bidang keahlian daripada bidang keguruan. Namun demikian. sejak tahun 1960, telah mulai dicanangkan persyaratan kualifikasi yang sama untuk semua guru, minimal telah di didik di Universitas. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan metode mengajar ditempuh melalui in-service training.
3)      Kurikulum.
 Kurikulum dirumuskan oleh  Kementrian Pendidikan sesuai Negara bagian masing-masing dibawah kendali Lander (pemerintah daerah),Sebagian besar Lander mewajibkan mata pelajaran di  primary educationsebagai berikut: German; mathematics; social studies (usually taught as Sachunterricht); history (usually taught as  Sachunterricht ) geography (usually taught as  Sachunterricht);  biology (aspects of biology are taught within science, which is usually taught as Sachunterricht ); physics (aspects of physics are taught within science, which is usually taught as Sachunterricht); chemistry (aspects of chemistry are taught within science, which is usually taught as  Sachunterricht  ); art; music; sport; religion; and modern foreign languages. Sedangkan untuk sekolah menengah, kurikulum berbeda-beda 7penekannannya, sesuai jenis sekolah sebagaimana dijelaskan di depan. Namun paling tidak pada setiap jenis sekolah menengah tersebut memuat materi pelajaran sebagai berikut: German; mathematics; on foreign language (usually English); natural and social sciences; music; art; and  sport.
4)      Sistem Ujian dan Sertifikasi.
Penilaian akhir tahun siswa di dasarkan pada hasil analisis terhadap kinerja siswa. Dari Grade 2 (primer, umur tujuh) dan seterusnya, hanya terdapat laporan setengah-tahunan meliputi komentar terhadap kemajuan dan nilai yang diperoleh dengan membandingkan kinerja mereka dengan apa ada pada selain dalam sebuah kelompok pengajaran. Terdapat satu kecenderungan ke arah pelaporan proses belajar dan kinerja, dan terhadap keikutsertaan kelas serta perilaku sosial di sekolah. Anak-anak yang nilainya dan hal lainnya  tidak cukup harus (dapat memilih) untuk mengulang kembali di awal tahun baru. Tidak ada  nilai  ujian atau ijasah di sekolah dasar, yang ada hanya sebuah laporan kinerja siswa pada akhir tahun. Ujian nasional di selenggarakan pada grade 10 dan 12

D.    Sistem Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia Kelompok Negara terbanyak yang ada di dunia adalah Negara berkembang, dan Indonesia termasuk salah satu diantaranya. Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada  tanggal 17 Agustus 1945, terjadi perubahan pada pemerintahan, demikian juga pada bidang pendidikan. Perubahan yang dilakukan cukup mendasar, yaitu menyangkut penyesuaian dasar dan tujuan pendidikan, sistem persekolahan, dan isi pendidikan seusia dengan aspirasi bangsa dan negara merdeka untuk memberikan kesempatan belajar seluas-luasnya kepada rakyatIndonesia. Sehari setelah proklamasi, bangsa Indonesia menetapkan UUD 1945, sekaligus menetapakan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila, yang kemudian dijadikan dasar pendidikan nasional.
Dasar pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut:” Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, UUD R, dan asas kebudayaan Indonesia” (Bab III, Pasal 4). Dalam UUD No. 4 tahun 1950, Bab II, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negarayang demokratis, serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Secara umum sistem pendidikan yang terjadi di Indonesia bersifat demokratsis, meskipun pada pelaksanaannya sering terjadi berbagai perubahan dalam kurikulum dan pelaksanaan pendidikan sendiri. Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini Indonesia telah mengalami enamkali perubahan kurikulum. Yakni, pada rentang waktu tahun 1945-1949 dikeluarkan Kurikulum1947. Tahun 1950-1961, ditetapkan Kurikulum 1952. Kurikulum,pada masa Orde Lama adalah  Kurikulum 1964, sedangkan untuk masa orde baru diterapkan kurikulum 1994, KBK, dan terakhir adalah KTSP. Perubahan kurikulum ini adalah satu upaya penting yang dilakukan oleh MenteriPendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran sehingga lebih sesuai dengan keinginan dan cita-cita bangsa Indonesia. Selain itu, tujuan lain dari perubahan ini yakni untuk mewujudkan Indonesia yang mampu beradaptasi dengan perubahan global sehingga Indonesia pun mampu unutk bersaing pada tingkat Internasional,khususnya dalam bidang pendidikan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdampak pada penyerahan sebagian wewenang dari pusat ke daerah. Dalam hal ini pemerintah menyerahkan masalah pendidikan ke daerah dan sekolah masing-masing, maka masalah pembiayaan pun menjadi kewenangan sekolah. Otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan diharapkan dapatmensejahterakan rakyat setempat, meringankan beban hidup, memberi jaminan kelayakan hidup,terpenuhinya layanan kesehatan dan pemerataan pendidikan serta harapan-harapanmenggembirakan lainnya.  Pemerintah mempunyai peranan dalam bidang pendidikan, selain pemerintah pusat, Sektorpendidikan termasuk bagian dari sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pasal 13 Ayat (1) huruf f UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan, “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.” Sedangkan dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf f menjelaskan, “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: penyelenggaraan pendidikan.”
 Jadi pada awalnya Indonesia menganut sistem sentralisasi. Sehingga semua system pengajaran diserahkan kepada pusat. Namun, pada tahun 1998 seiring dengan adanya reformasi,maka munculah semangat desentralisasi, demokratisasi, dan globalisasi yang pada akhirnya menuntut pada kemnadirian untuk melakukan otonomi terhadap pendidikan dimasing-masingwilayah. Sehingga yang terjadi saat ini, tidak jarang ditemukannya keberagaman kemampuan pendidikan yang ada di Indonesia melihat pada kondisi dan letak sekolah didirikan.
 Selain itu, kini pemerintah juga telah mencanangkan program wajib belajar 12 tahunsebagai upaya untuk meminimalisir tingkat buta huruf yang ada di Indonesia.
Sedangkan untuk jenjang pendidikan, Indonesia memebagi pendidikan menjadi 5 jenjang,diantaranya:
 1.Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) atau prasekolah
Waktu belajar satu atau dua tahun yang menampung anak usia lima sampai enam tahun.Di Tingkat prasekolah ini, pendidikan lebih di fokuskan pada permainan. Karena pada masa iniadalah masa bermain. Proses belajar di sekolah negeri dimulai pukul 07.30 sampai 10.00.
 2.Sekolah Dasar (SD)
Waktu belajar enam tahun bagi anak usia tujuh sampai duabelas tahun. Sekolah Dasar dibagi menjadi 2, yaitu sekolah dasar rendah (kelas 1-3) dan sekolah dasar tinggi (kelas 4-6).
 3.Sekolah Manangah Pertama (SMP) waktu belajar 3 tahun
4.Sekolah Menangah Atas (SMA),
 Pada sekolah Menengah atas terdapat penjurusan IPA, IPS dan Bahasa setelah belajar selama 1 tahun. Lama belajar di tingkat ini juga 3 tahun
 5.Perguruan Tinggi, tiga tahun sarjana muda, lima sampai tujuh tahun sarjana, dapat berbentuk Universitas, Institut, Akademi, atau Sekolah Tinggi.
 Untuk biaya pendidikan di Indonesia, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi hingga saat ini. APBN TahunAnggaran 2008 telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR, 9 Oktober 2007 lalu dan menetapkanalokasi anggaran pendidikan hanya 12 persen.
 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tidak terpenuhinya alokasi anggaranpendidikan minimal 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semata-matakarena terbatasnya anggaran pemerintah. Menurut DPR, belum tercapainya anggaran pendidikansebesar 20% dari APBN 2008 menunjukan lemahnya kemauan politik (political will) pemerintah untukmemposisikan sektor pendidikan sebagai prioritas utama.


DAFTAR PUSTAKA


-          http://www.bidikbud.de/studi/st0102.htm diakses pada tanggal 30 September 2012.
-          Ngalim Purwanto. (1993).  Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: CV
Remaja Karya.
-          UU No. 32 tahun  2004 tentang Pemerintahan Daerah






Potret Miris Pendidikan Anak Bangsa


Melihat potret buram pendidikan anak di indonesia patut untuk di amati. Namun dengan adanya akar permasalahan itu Pemerintah indonesia melalui menteri pendidikan telah mencanangkan pendidikan gratis untuk sekolah dasar (sd). Hal ini menjadi titik temu permasalahan yang terjadi pada pendidikan di indonesia, dengan adanya program pendidikan gratis tentu sangat membantu dan meringankan beban bagi keluarga miskin yang ingin bersekolah tetapi terkendala oleh dana. Program BOS(Bantuan Operasional Sekolah) merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. BOS secara umum sudah mulai berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah di tingkat pendidikan dasar dan patut diakui bahwa setelah hampir satu dasawarsa kebijakan wajib belajar 12 tahun ini berjalan,  banyak perkembangan yang dicapai. Secara umum terjadi peningkatan sangat signifikan pada taraf pendidikan masyarakat yang ditandai oleh cepatnya penurunan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas turun angka anak yang putus sekolah. Akan tetapi program yang dijalankan oleh menteri pendidikan ini ada cacatnya, buktinya proses penyaluran BOS yang menyebabkan terjadi keterlambatan pencairan atau penerimaan BOS oleh sekolah. Hingga saat ini pun untuk sekolah pinggiran penyaluran BOS belum maksimal. Untuk itu, pemerintah didesak untuk kembali pada mekanisme tahun sebelumnya, dimana dana BOS langsung diterima oleh sekolah dari pusat melalui skema dekonsentrasi. Namun, untuk memaksimalkan potensi dan kewenangan otonomi daerah, pusat sebaiknya segera menyiapkan regulasi yang lebih matang agar daerah tidak lagi merasa ketakutan melakukan pelanggaran regulasi / hukum.
 Di sisi lain, Kurangnya tindakan tegas pemerintah terhadap sekolah yang tidak transparan dan akuntabel dalam pengelolaan BOS membuat banyak penyalah gunaan BOS terjadi di mulai tingkat sekolah. Hal ini juga menyebabkan masih terjadi pungutan-pungutan yang dilakukan oleh sekolah tanpa adanya mekanisme pengaduan masyarakat yang handal maupun pengawasan dan tindakan tegas dari pemerintah. Tak hanya itu saja pendidikan gratis dianggap sebagian masyarakat bahwa mereka menganggap pendidikan gratis adalah hal yang menyenangkan sehingga para orang tua siswa tidak terlalu memfokuskan anaknya untuk sekolah dan tidak mendorong anaknya supaya pintar, bagaimana tidak pendidikan kan gratis, jadi kapan saja bisa sekolah/masuk jadi tidak perlu takut dipecat dari sekolah karena dimana saja bisa mendaftar gratis. Hal ini sangatlah ironis karena pendidikan sekarang ini bukanlah untuk menciptakan orang-orang yang berilmu tinggi tetapi diterapkan pada sistem gratis. Karena pendidikan gratis, maka setiap siswa tidak lagi gigih dalam menuntut ilmu melainkan berleha-leha karena kalaupun dipecat bisa masuk ke sekolah negeri manapun dengan biaya gratis. Jika saja pemerintah mempunyai ide sekolah gratis bagi siswa yang mampu peringkat 10 besar, maka siswa akan bersaing dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kursi sekolah gratis dengan keadaan ekonomi keluarga yang rendah. Tentu itu menjadi motivasi bagi siswa dan program itu bisa dikatakan program yang mendidik bagi siswa yang bersangkutan.
Program pendidikan gratis yang dilaksanakan pemerintah melalui menteri pendidikan ini sungguh sangat disayangkan, mengapa demikian? Karena adanya embel-embel gratis tersebut ada beberapa sekolah yang menyepelekan infrastrukturnya dari fasilitas yang kurang, kualitas pengajaran yang kurang baik sehingga mutu pendidikan patut di pertanyakan, bangunan sekolah yang seadanya karena penggelapan pencairan dana BOS dan dapat dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta yang disesuaikan dengan biayanya. Dan menurut saya sebaiknya pemerintah indonesia menyediakan buku-buku materi gratis karena buku-buku materi sangat mahal harganya, dan itu pun jika para orang tua yang tergolong ekonominya menengah kebawah apakah mampu untuk membelinya. Pembenahan dari praktik perwujudan program Wajib Belajar 9 tahun tersebut tetap dapat dilakukan secara simultan. Artinya, dari perspektif anggaran dan program, masalah pendidikan di semua jenjang pada dasarnya serupa. Jika pemerintah memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,


Manajemen Pendidikan


Pengertian Manajemen Pendidikan menurut ahli

Pada waktu ini istilah-istilah yang digunakan dalam menunjuk pekerjaan pelayanan kegiatan adalah manajemen, pengelolaan, pengaturan dan sebagainya, yang didefinisikan oleh berbagai ahli secara bermacam-macam. Beberapa pengertian Manajemen Pendidikan yang kiranya ada manfaatnya disadur maknanya atau hanya dikutip dari sumbernya sebagai berikut.
  1. Menurut Leonard D. White, manajemen adalah segenap proses, biasanya terdapat pada semua kelompok baik usaha negara, pemerintah atau swasta, sipil atau militer secara besar-besaran atau secara kecil-kecilan.
  2. Menurut The Liang Gie, manajemen adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya untuk memperoleh wawasan yang lebih luas, di sini dikutipkan lagi beberapa pendapat mengenai pengertian manajemen dari sumber-sumber lain sebagai berikut :
  1. Menurut Sondang Palan Siagian, manajemen adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
  2. Menurut Pariata Westra, manajemen adalah segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
  3. Dalam kurikulum 1975 yang disebutkan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum IIID, baik untuk Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas, manajemen ialah segala usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Dari pengertian Manajemen Pendidikan yang terakhir tersebut maka secara eksplisit disebutkan bahwa manajemen sebagaimana yang digunakan secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional seperti dimuat dalam kurikulum 1975 dan kurikulum kelanjutannya, diarahkan kepada tujuan pendidikan. Lebih luas lagi, apabila ditinjau dari definisi-definisi yang lain, pengertian manajemen tersebut masih dapat diartikan untuk semua jenis kegiatan, yang dapat diambil suatu kesimpulan definisi yaitu :
Manajemen adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada usaha kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Definisi lain dari manajemen yang lebih lengkap sebagaimana dikemukakan oleh Mulyani A. Nurhadi adalah sebagai berikut :
Manajemen adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam pengertian manajemen selalu menyangkut adanya tiga hal yang merupakan unsur penting, yaitu: (a). usaha kerjasama, (b). oleh dua orang atau lebih, dan (c) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian tersebut sudah menunjukkan adanya gerak, yaitu usaha kerjasama, personil yang melakukan, yaitu dua orang atau lebih, dan untuk apa kegiatan dilakukan, yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tiga unsur tersebut, yaitu gerak, orang, dan arah dari kegiatan, menunjukkan bahwa manajemen terjadi dalam sebuah organisasi, bukan pada kerja tunggal yang dilakukan oleh seorang individu.
Jika pengertian Manajemen Pendidikan ini diterapkan pada usaha pendidikan maka sudah termuat hal-hal yang menjadi objek pengelolaan atau pengaturan. Lebih tepatnya, definisi Manajemen Pendidikan adalah sebagai berikut :
Manajemen Pendidikan adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada usaha kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dengan menerapkan definisi tersebut pada usaha pendidikan yang terjadi dalam sebuah organisasi, maka definisi Manajemen Pendidikan selengkapnya adalah sebagai berikut :
Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabug dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
Lebih lanjut Mulyani A. Nurhadi menekankan adanya ciri-ciri atau pengertian Manajemen Pendidikan yang terkandung dalam definisi tersebut sebagai berikut : (Mulyani A. Nurhadi, 1983, pp. 2-5)
  1. Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh dan bagi manusia.
  2. Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya ; tujuan kegiatan pendidikan ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa.
  3. Proses pengelolaan itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan itu.
  4. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meliputi tujuan yang bersifat umum (skala tujuan umum) dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan khusus).
  5. Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien.