STRUKTUR
PENDIDIKAN JERMAN
Di
Susun Oleh :
1. Yoga
Sulistyawan (11101244012)
2. Sri
Setiyowati (11101244020)
3. Haris
Prasetya (11101244026)
4. Ana
Tri Sartika (11101244034)
5. Siti
Masriyah (10101244029)
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2012
A. Struktur
Pendidikan di Jerman
Struktur sistem
pendidikan Jerman secara formal meliputi : pendidikan dasar (primary
education), pendidikan menengah (lower
secondary education), dan pendidikan tinggi
tergantung dari Negara bagian, wajib sekolah di Jerman berlaku Sembilan
atau sepuluh tahun, dengan normal anak masuk sekolah pada usia enam tahun.
Namun demikian, sebagian anak-anak Jerman ada yang mengikuti pendidikan
pra-sekolah (Kindergarten) secara sukarela pada usia 3-5 tahun.
Adapun sistem
pendidikan Jerman dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Pendidikan dasar
(primary school) dengan lama pendidikan umumnya 4 tahun (usia 6-9 tahun)
kecuali ibu kota Negara (Berlin) melaksanakan system 6 tahun, sementara
beberapa Negara bagian yang lain melaksanakan pengajaran tambahan 2 tahun pada
grade 5 dan 6 dalam suatu lembaga perantara yang memberikan berbagai jenis
pelajaran sebagai persiapan masuk ke program-program sekolah menengah. Negara
bagian lain menyediakan bentuk yang lain pula dengan memberikan
pelajaran-pelajaran khusus pada grade 5 dan 6, dan siswa dapat dengan mudah
pindah dari sekolah satu ke sekolah yang lainnya sesuai dengan program yang
diingini.
Sekolah menengah (lower
secondary education) di Jerman dapat
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
Hauptschule/Restschule, Realschule/Mittelsvhule, Gymnasium dan
Gesamtschule. Haupschule/Restschule merupakan jenis sekolah menengah yang
memberikan pengajaran yang diarahkan untuk memasuki pemagangan setelah 4 siswa
menerima sertifikat tamat belajar. Program ini memberikan pelajaran khusus
untuk mempersiapkan siswa menghadapi kariernya di masa mendatang, dan juga
mengajarkan bahasa asing (biasanya bahasa Inggris). Program houptschule
dikategorikan sebagai program yang paling ringan tuntutan akademiknya di Jerman
pada grade 7 sampai 9.
Realschule merupakan
program sekolah yang mempersiapkan siswa untuk memasuki karier sebagai pegawai
atau buruh kelas menengah. Program ini memiliki tuntutan akademik yang lebih
tinggi daripada houpschule. Semenjak tahun 1970-an, tamatan sekolah ini telah
menjadi persyaratan untuk memasuki program-program pemagangan. Sertifikat dari
sekolah ini juga menjadi kunci untuk memasuki berbagai jalur pendidikan yang
lebih tinggi.
Gymnasium, bertujuan untuk mempersiapkan siswa ke
pendidikan tinggi, walaupun tidak semua lulusannya melanjutkan ke perguruan
tinggi. Pada grade 5 sampai 10, isi kurikulum bervariasi sesuai dengan jenis
sekolah yang dimasuki. Mulai grade 11, siswa dapat memilih spesialisasi dalam
susunan yang agak rumit. Setelah berhasil menyelesaikan ujian pada grade 13 siswa
berhak memasuki perguruan tinggi.
Gesamtschule merupakan sekolah yang menekankan program
secara komprehensif bagi semua anak dalam suatu bidang, dan anak-anak akan
memperoleh sertifikat yang berbeda sesuai dengan bidang yang dipilihnya. Namun
karena terjadi banyak kontroversi pada program sekolah jenis ini, maka tidak
semua daerah yang membuka sekolah ini (hanya dibuka di daerah yang beraliran
sosial demokrat).
Selanjutnya, lembaga pendidikan tinggi di Jerman
terdiri dari dua jenis, yaitu: Pertama, akademi / politeknik / Fachhoschulen
yang ditempuh selama 12 tahun pendidikan lengkap); Kedua, Universitas. Tidak
ada persyaratan program tertentu untuk memasuki universitas, dan tidak ada
perbedaan yang jelas antara program sarjana dan program pascasarjana. Sertifikat
Pertama dapat diperoleh setelah 4 atau
enam tahun pelajaran. Selain pendidikan formal, di Jerman juga berkembang
pendidikan non formal yang berupa pendidikan vokasional, teknik, dan bisnis
yang diwajibkan bagi anak-anak yang tamat dengan ijasah pendidikan umum pada
tingkat \Hoptschule atau Realschule dan juga yang tidak dapat ijasah setelah
tamat belajar 9 tahun. Pendidikan ini merupakan prasyarat untuk mendapatkan
pekerjaan, dan pelaksanaannya dapat diikuti secara paruh waktu atau purna
waktu. Pendidikan non formal yang lain yaitu berupa pendidikan orang dewasa
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, sesuai dengan
tuntuntan zaman dan perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang sangat cepat.
Program pendidikan orang dewasa dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu umum, vokasional (termasuk teknik dan
keuangan) dan politik.
Perguruan Tinggi
Dalam peguruan tinggi di Jerman ada
dua jenis pendidikan tinggi di Jerman, yaitu Universität (universit, selanjutnya
disingkat UNI) dan Fachhochschule (applied university, selanjutnya
disingkat FH). Secara
umum, pendidikan tinggi di Jerman digolongkan menjadi Universitas
(Universitaet), Institut Teknologi (Technische Universitaet/Hochschule),Sekolah
Tinggi Pendidikan (Padagogische Hochschule), Sekolah Tinggi Seni
(Kunsthochschule), Sekolah Tinggi Musik (Musikhochschule), semacam politeknik
tetapi sampai ke jenjang S3 (Fachhochschule), dan semacam Intitut Pendidikan
Dalam Negeri (Verwaltungsfachhochschule).
Walaupun
terdapat banyak jenis pendidikan tinggi di Jerman, kebanyakan mahasiswa
Indonesia kuliah di Universitas, Technische Hochschule atau Fachhochschule.
Institusi pendidikan tinggi ini menawarkan jenjang pendidikan S1 dengan jangka
waktu 6 sampai 7 semester, S2 selama 4 semester dan S3 selama 8 semester.
Pemilihan jenis pendidikan tinggi ini harus didasari keinginan dan rencana
setelah nantinya selesai kuliah. Jika anda ingin menjadi peneliti atau pengajar
(dosen) maka universitas atau technische Hochschule menjadi pilihan,
walaupun tidak menutup kemungkinan anda bekerja sebagai praktisi. Universitas
dan technische Hochschule banyak memberikan pendidikan dengan porsi
yang lebih besar di teori daripada praktek. Sedangkan jika ingin menjadi
praktisi seperti bekerja di pabrik atau perusahaan, maka Fachhochschule menjadi
pilihan yang tepat karena Fachhocschule memberikan porsi yang besar
pada praktek. Akan tetapi jika anda tamat dari Fachhochschule, anda tidak
bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Universitas.
Perbedaan antara UNI dan FH
diantaranya bisa disebutkan sebagai berikut:
1) Materi perkuliahan.UNI
lebih menekankan ke teori dan kepadanya diberikan tanggung jawab dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Komposisi antara teori dan praktek di UNI
berkisar 60:40. Sebaliknya, FH (sesuai dengan namanya) lebih menitik beratkan
ke aspek terapan, dengan komposisi teori dan terapan 40:60.
2) Jadwal perkuliahan.
Jadwal perkuliahan di UNI adalah Okt-Maret untuk musim dingin (Winter Semester)
dan April-September untuk musim panas (Sommer Semester). Sebaliknya untuk FH
perkuliahan dimulai lebih dini, yaitu Agustus-Januari untuk musim dingin (WS)
dan Februari-Juli untuk musim panas (SS).
3) Waktu melamar.
Karena perbedaan waktu kuliah sebagaimana disebutkan pada 2), maka jadwal untuk
proses seleksi pun juga berbeda. Pendaftaran di FH ditutup lebih cepat
dibandingkan dengan di UNI. (cari jadwal lebih detail)
Program yang Ditarawkan:
a) Program klasik
Berbeda dengan di Indonesia dan sistem 3 jenjang
(Sarjana-Magister-Doktor), sampai saat ini Jerman masih menganut pendidikan
tinggi dengan dua jenjang, yaitu Diploma (Dipl.) dan Doktor (Dr). Dalam jenjang
Diploma ini, pada tahun-tahun pertama mahasiswa diwajibkan mengikuti
serangkaian mata kuliah dasar (dikenal dengan nama Grundstudium). Setelah
menyelesaikan semua mata kuliah di Grundstudium mahasiswa diberi sertifikat
Vordiplom, akan tetapi sertifikat ini bukanlah gelar kesarjanaan. Untuk
menyelesaikan Vordiplom, mahasiswa memerlukan waktu sekitar 2,5 tahun. Setelah
mendapatkan Vordiplom, barulah mahasiswa diijinkan mengambil mata kuliah
keahlian pada level yang lebih tinggi (dikenal dengan Hauptstudium). Setelah
menyelesaikan semua mata kuliah Hauptstudium, barulah mahasiswa diijinkan
menulis tugas akhir (dikenal dengan nama Diplomarbeit) sebagai syarat kelulusan
Diploma. Jadi, Diploma adalah gelar resmi pertama yang diperoleh setelah
seseorang menyelesaikan studinya di UNI atau FH.
Antara Diplom UNI dan Diplom FH memiliki
perbedaan-perbedaan, diantaranya:
1) Diplom FH bisa diselesaikan dalam
waktu 4,5 tahun sedangkan Diplom UNI baru bisa diselesaikan dalam waktu 5
tahun.
2) Diplom FH memiliki muatan terapan
yang lebih besar (60% perkuliahan) dibandingkan dengan Diplom UNI (40%
perkuliahan).
3) Diplom FH tidak dirancang untuk
melanjutkan ke jengang Doktor. Apabila pemegang Diplom UNI ingin melanjutkan ke
program Doktor, maka yang bersangkutan harus mengikuti proses persamaan
terlebih dahulu. Dalam fase ini, kepadanya diwajibkan mengikuti serangkaian
mata kuliah pada level Hauptstudium. Bisa juga ia mengikuti program Master
terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke program Doktor. Sebaliknya, pemilik
gelar Diplom UNI bisa langsung melanjutkan studi ke jenjang Doktor.
b) Program Baru
Berdasarkan Kesepakatan Bologna tahun 1999, semua negara EU
bersepakat untuk menyesuakan sistem pendidikan antara satu negara dengan negara
lainnya di kawasan EU. Hal ini perlu dilakukan karena Kesepakatan Maastricht
tahun 1992 menjamin bahwa semua negara EU harus mengakui kesamaan gelar dan
keprofesian yang diberikan oleh Universitas maupun lembaga profesi di
negara-negara EU lainnya.
Dari Kesepakatan Bologna 1999 tersebut, salah satu isinya
adalah semua negara EU akan mengkonversi sistem pendidikan tingginya menjadi
tiga jenjang Bachelor-Master-Doktor. Disepakati pula bahwa Bachelor (dengan
waktu tempuh 3-4 tahun) adalah gelar kesatjanaan pertama yang diberikan oleh
Universitas, dimana pemilik gelar tersebut diyakini telah siap memasuki dunia
kerja. Program pendidikan Master adalah pendidikan lanjutan setelah bachelor
dan diberikan selama 2 tahun. Berdasarkan kesepakatan Bologna 1999
tersebut, UNI dan FH di Jerman telah mulai mengkonversi sistem lamanya
Diplom-Doktor ke sistem baru Bachelor-Master-Doktor. Oleh karenanya, tidak
mengherankan jika saat ini telah ada jengang Bachelor-Master di ahmpir semua
UNI dan FH. Paling lambat tahun 2010 semua UNI dan FH di Jerman harus sudah
mengadopsi sistem Bachelor-Master-Doktor seratus persen. Di Feie Universität
Berlin dan Humboldt Universität zu Berlin bahkan sistem ini sudah akan diadopsi
penuh paling lambat tahun 2007.
Pendidikan PraPerguruan Tinggi
Berbeda dengan di Indonesia yang
menganut sistem pendidikan tiga jenjang SD-SLTP-SLTA, Jerman hanya memiliki dua
jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dasar (Grundschule)
dan pendidikan lanjutan (Gymnasium, Realschule atau Berufschule).
Jenjang Pendidikan Pra Perguruan
Tinggi di Jerman memerlukan waktu tempuh normal selama 13 tahun (berbeda dengan
di Indonesia, dimana pendidikan SD-SLTP-SLTA bisa diselesaikan hanya dalam
waktu 12 tahun). Pendidikan sekolah dasar (Grundschule) diberikan dari kelas 1
- 6, dan setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk memilih melanjutkan ke
Gymnasium, Realschule atau Berufschule.
Gymnasium diperuntukkan bagi
siswa-siswa pandai yang dianggap mampu melanjutkan pendidikan sampai jenjang
perguruan tinggi. Jenjang ini ditempuh mulai dari kelas 7 – 13, dan setelah
lulus mereka diberi ijazah yang dikenal sebagai „Abitur“. Jadi sebelum masuk ke
perguruan tinggi, seorang siswa menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah
selama 13 tahun. Berufschule diperuntukkan bagi siswa-siswa yang langsung
dipersiapkan memasuki dunia kerja dan tidak bisa melanjutkan ke perguruan
tinggi. Sedangkan Realschule ada di tengah-tengah keduanya. Kalau dianggap
bagus, siswa dari Realschule bisa meneruskan ke Gymnasium untuk mendapatkan
Abitur, atau bisa juga langsung memasuki dunia kerja.
Pendidikan Tinggi
Setelah mendapatkan Abitur, siswa
langsung bisa mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi. Berbeda dengan calon
mahasiswa di Indonesia yang harus mengikuti ujian tertulis (UMPTN), disini
calon siswa sama sekali tidak perlu mengikuti ujian seleksi. Calon mahasiswa tinggal
mengirimkan berkas lamarannya, dan universitas akan langsung memutuskan
berdasarkan nilai Abitur. Hal tersebut bisa dilakukan karena pendidikan di
seluruh Jerman, baik pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi, memiliki
kualitas yang bisa dikatakan sama.
Untuk menjamin kualitas yang merata
di semua sekolah, setiap anak wajib masuk ke sekolah terdekat yang telah
ditunjuk oleh pemerintah (Bila memilih untuk belajar di sekolah selain yang
telah ditunjuk, maka orang tuanya harus mengajukan permintaan khusus disertai
dengan alasan-alasannya). Sebaliknya, pemerintah pun menyediakan guru-guru dan
fasilitas pendidikan yang merata di semua sekolah, baik di kota besar maupun di
pelosok yang jauh dari kota.
B.
Tujuan Pendidikan di Jerman
Sesuai
dengan Konstitusi (Grundgesetz),
Republik Federasi Jerman adalah sebuah 'republik, sebuah demokrasi, sebuah federal, secara sosial dan konstitutional adalah negara bagian yang
bertanggungjawab. Dengan konstitusi
pendidikan yang menjamin : 'kebebasan untuk seni dan ilmu pengetahuan,
penelitian dan mengajar, kebebasan untuk
percaya, menyakini (conscience) dan menyatakan suatu agama, kebebasan
untuk memilih sebuah tempat tinggal dan tempat belajar atau pelatihan,
persamaan hukum dan hak asasi dasar dari
orang tua untuk memperhatikan dan mendidik
anak-anak mereka'
C.
Manajemen Pendidikan di Jerman
Sistem
pendidikan di Jerman adalah desentralisasi, mulai dari level SD sampai dengan
sekolah menengah. Beberapa Lander (penguasa daerah) membuat berbagai ketentuan
konstitusi mereka masing-masing mengenai pengaturan masalah-masalah pendidikan,
dan seluruhnya melalui proses legislative. Pengaturan ini meliputi penetapan
tujuan pendidikan, struktur, isi pengajaran, dan prosedur dalam system daerah
mereka masing-masing. Adapun yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan di dalam Negara bagian adalah kementrian kabinet atau Kementrian
Kebudayaan (Kultusministerium). Pada
Negara-negara bagian yang luas daerahnya, sekolah tidak dikontrol secara
langsung oleh kementrian Negara bagian,
tetapi melalui badan administrasi regional yang merupakan bagian dari badan
ekskutif. Masyarakat setempat biasanya juga punya tanggung jawab menyediakan
infra-struktur yang diperlukan dan adakalanya juga terlibat dalam pengangkatan
staf.
1)
Biaya
Pendidikan.
Alokasi biaya
pendidikan sepenuhnya bersumber dari
Lander (Daerah) dan masyarakat setempat, kecuali untuk pendidikan tinggi.
Menjadi tanggung jawab pemerintah federal. Hampir semua program pendidikan di
jerman bersifat gratis (termasuk pembebasan uang kuliah di pendidikan tinggi).
Pemerintah federal juga memberikan bantuan uang kepada sebagian siswa sekolah
menengah dan mahasiswa perguruan tinggi. Kebanyakan sekolah-sekolah swasta yang
kecil, kira-kira 90% dari biaya operasional sekolah dibantu oleh pemerintah
federal Pengeluaran pemerintah federal pada tahun 1990 untuk anggaran
pendidikan mencapai total 9,3% dari GNP.
2)
Personalia.
Hanya guru-guru
Gymnasium dan sebagian guru-guru specialis untuk bidang keuangan yang dididik
di tingkat Universitas (S1), dengan tekanan utama bidang keahlian daripada
bidang keguruan. Namun demikian. sejak tahun 1960, telah mulai dicanangkan
persyaratan kualifikasi yang sama untuk semua guru, minimal telah di didik di
Universitas. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan metode mengajar
ditempuh melalui in-service training.
3)
Kurikulum.
Kurikulum dirumuskan oleh Kementrian Pendidikan sesuai Negara bagian
masing-masing dibawah kendali Lander (pemerintah daerah),Sebagian besar Lander
mewajibkan mata pelajaran di primary
educationsebagai berikut: German; mathematics; social studies (usually taught
as Sachunterricht); history (usually taught as
Sachunterricht ) geography (usually taught as Sachunterricht); biology (aspects of biology are taught within
science, which is usually taught as Sachunterricht ); physics (aspects of
physics are taught within science, which is usually taught as Sachunterricht);
chemistry (aspects of chemistry are taught within science, which is usually
taught as Sachunterricht ); art; music; sport; religion; and modern
foreign languages. Sedangkan untuk sekolah menengah, kurikulum berbeda-beda
7penekannannya, sesuai jenis sekolah sebagaimana dijelaskan di depan. Namun
paling tidak pada setiap jenis sekolah menengah tersebut memuat materi
pelajaran sebagai berikut: German; mathematics; on foreign language (usually
English); natural and social sciences; music; art; and sport.
4)
Sistem
Ujian dan Sertifikasi.
Penilaian akhir
tahun siswa di dasarkan pada hasil analisis terhadap kinerja siswa. Dari Grade
2 (primer, umur tujuh) dan seterusnya, hanya terdapat laporan setengah-tahunan
meliputi komentar terhadap kemajuan dan nilai yang diperoleh dengan
membandingkan kinerja mereka dengan apa ada pada selain dalam sebuah kelompok
pengajaran. Terdapat satu kecenderungan ke arah pelaporan proses belajar dan
kinerja, dan terhadap keikutsertaan kelas serta perilaku sosial di sekolah.
Anak-anak yang nilainya dan hal lainnya
tidak cukup harus (dapat memilih) untuk mengulang kembali di awal tahun
baru. Tidak ada nilai ujian atau ijasah di sekolah dasar, yang ada
hanya sebuah laporan kinerja siswa pada akhir tahun. Ujian nasional di
selenggarakan pada grade 10 dan 12
D.
Sistem
Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia
Kelompok
Negara terbanyak yang ada di dunia adalah Negara berkembang, dan Indonesia
termasuk salah satu diantaranya. Setelah Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
terjadi perubahan pada pemerintahan, demikian juga pada bidang
pendidikan.
Perubahan yang dilakukan cukup mendasar, yaitu menyangkut penyesuaian dasar dan
tujuan pendidikan, sistem persekolahan, dan isi pendidikan seusia dengan
aspirasi bangsa dan negara merdeka untuk memberikan kesempatan belajar
seluas-luasnya kepada rakyatIndonesia. Sehari setelah
proklamasi, bangsa Indonesia menetapkan UUD 1945, sekaligus menetapakan
falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila, yang kemudian dijadikan dasar pendidikan
nasional.
Dasar
pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut:” Pendidikan dan
pengajaran
berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, UUD R, dan asas
kebudayaan
Indonesia” (Bab III, Pasal 4). Dalam UUD No. 4 tahun 1950, Bab II, Pasal 3,
tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia susila yang cakap
dan warga negarayang demokratis, serta bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Secara umum sistem
pendidikan yang terjadi di Indonesia bersifat demokratsis, meskipun pada
pelaksanaannya sering terjadi berbagai perubahan dalam kurikulum dan
pelaksanaan pendidikan sendiri. Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini
Indonesia telah mengalami enamkali perubahan kurikulum. Yakni, pada rentang
waktu tahun 1945-1949 dikeluarkan Kurikulum1947. Tahun 1950-1961, ditetapkan
Kurikulum 1952. Kurikulum,pada masa Orde Lama adalah Kurikulum 1964, sedangkan untuk masa orde
baru diterapkan kurikulum 1994, KBK, dan terakhir adalah KTSP. Perubahan
kurikulum ini adalah satu upaya penting yang dilakukan oleh MenteriPendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran sehingga
lebih sesuai dengan keinginan dan cita-cita bangsa Indonesia. Selain itu,
tujuan lain dari perubahan ini yakni untuk mewujudkan Indonesia yang mampu
beradaptasi dengan perubahan global sehingga Indonesia pun mampu unutk bersaing
pada tingkat Internasional,khususnya dalam bidang pendidikan.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdampak pada penyerahan
sebagian wewenang dari pusat ke daerah. Dalam hal ini pemerintah menyerahkan masalah
pendidikan ke daerah dan sekolah masing-masing, maka masalah pembiayaan pun menjadi
kewenangan sekolah. Otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan daerah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan diharapkan dapatmensejahterakan rakyat setempat, meringankan
beban hidup, memberi jaminan kelayakan hidup,terpenuhinya layanan kesehatan dan
pemerataan pendidikan serta harapan-harapanmenggembirakan lainnya. Pemerintah
mempunyai peranan dalam bidang pendidikan, selain pemerintah pusat,
Sektorpendidikan termasuk bagian dari sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pasal 13 Ayat (1) huruf f UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah menegaskan, “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.”
Sedangkan dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf f menjelaskan, “Urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan
yang berskala kabupaten/kota meliputi: penyelenggaraan pendidikan.”
Jadi pada
awalnya Indonesia menganut sistem sentralisasi. Sehingga semua system pengajaran
diserahkan kepada pusat. Namun, pada tahun 1998 seiring dengan adanya
reformasi,maka munculah semangat desentralisasi, demokratisasi, dan
globalisasi yang pada akhirnya menuntut pada kemnadirian untuk
melakukan otonomi terhadap pendidikan dimasing-masingwilayah. Sehingga yang
terjadi saat ini, tidak jarang ditemukannya keberagaman kemampuan pendidikan
yang ada di Indonesia melihat pada kondisi dan letak sekolah didirikan.
Selain
itu, kini pemerintah juga telah mencanangkan program wajib belajar 12
tahunsebagai upaya untuk meminimalisir tingkat buta huruf yang ada di
Indonesia.
Sedangkan untuk
jenjang pendidikan, Indonesia memebagi pendidikan menjadi 5
jenjang,diantaranya:
1.Pendidikan
Taman Kanak-kanak (TK) atau prasekolah
Waktu belajar satu
atau dua tahun yang menampung anak usia lima sampai enam tahun.Di Tingkat
prasekolah ini, pendidikan lebih di fokuskan pada permainan. Karena pada masa
iniadalah masa bermain. Proses belajar di sekolah negeri dimulai pukul 07.30
sampai 10.00.
2.Sekolah Dasar
(SD)
Waktu belajar enam
tahun bagi anak usia tujuh sampai duabelas tahun. Sekolah Dasar dibagi menjadi
2, yaitu sekolah dasar rendah (kelas 1-3) dan sekolah dasar tinggi (kelas 4-6).
3.Sekolah
Manangah Pertama (SMP) waktu belajar 3 tahun
4.Sekolah Menangah
Atas (SMA),
Pada sekolah
Menengah atas terdapat penjurusan IPA, IPS dan Bahasa setelah belajar selama 1
tahun. Lama belajar di tingkat ini juga 3 tahun
5.Perguruan
Tinggi, tiga tahun sarjana muda, lima sampai tujuh tahun sarjana, dapat
berbentuk Universitas, Institut, Akademi, atau Sekolah Tinggi.
Untuk biaya
pendidikan di
Indonesia, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran pendidikan
sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi hingga saat ini. APBN
TahunAnggaran 2008 telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR, 9 Oktober 2007 lalu
dan menetapkanalokasi anggaran pendidikan hanya 12 persen.
Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tidak terpenuhinya alokasi anggaranpendidikan
minimal 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
semata-matakarena terbatasnya anggaran pemerintah. Menurut DPR, belum
tercapainya anggaran pendidikansebesar 20% dari APBN 2008 menunjukan lemahnya
kemauan politik (political will) pemerintah untukmemposisikan sektor pendidikan
sebagai prioritas utama.
DAFTAR PUSTAKA
-
Ngalim Purwanto.
(1993). Administrasi dan Supervisi
Pendidikan. Bandung: CV
Remaja
Karya.
-
UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah